Kisah Masjid Peninggalan Sunan Kalijaga - Pada sebuah perbukitan yang terletak di wilayah Desa Keyongan, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menyimpan sebuah jejak eksistensi salah seorang tokoh Walisongo, yaitu Sunan Kalijaga, dalam upaya untuk penyebaran agama Islam yang ada di tanah Jawa.
Dari mitologi yang tersiar dalam masyarakat setempat, bahwa di puncak perbukitan kendeng selatan tersebut atau yang biasa dikenal dengan nama "Gunung Kuncup", Sunan Kalijaga dipercaya oleh masyarakat sekitar pernah membangun Masjid yang digunakannya untuk menyebarkan agama Islam. Gunung kuncup ini memiliki ketinggian yakni sekitar 800 meter dari dasar permukaan permukiman di Desa Keyongan.
Sunan Kalijaga, bukan termasuk sosok yang asing lagi untuk masyarakat Jawa. Beliau merupakan salah satu dari sembilan wali (Walisongo) yang memiliki andil yang sangat signifikan untuk menyebarkan Islam di pulau Jawa.
Seperti kita tahu bahwa, Sunan Kalijaga dikenal dengan nama kecil Raden Said yang lahir sekitar tahun 1440-an di daerah Jawa Timur, yakni tepatnya di daerah Tuban. Beliau merupakan putra dari adipati Tuban, yakni Tumenggung Wilatikta atau dikenal dengan nama Raden Sahur.
Berbagai literature mengatakan, dalam peranannya menyebarkan dakwah di Jawa, Sunan Kalijaga telah masyhur sebagai seorang seniman, filsuf, budayawan, dan Wali Allah. Dalam upaya menyebarkan dakwah Beliau amat sangat luwes dalam memasukkan nilai-nilai keislaman dalam budaya Jawa.
Salah satunya saat Sunan Kalijaga berdakwah memakai media wayang kulit. Meski tradisi wayang bukanlah berasal dari Islam, akan tetapi Sunan Kalijaga memodifikasinya dengan cerita yang Islami.
Selain berdakwah lewat wayang, Sunan Kalijaga sangat kreatif di dalam bidang seni dan budayanya. Sunan Kalijaga dikenal sebagai pencipta lagu ilir-ilir yang hingga saat ini masih kita kenal bersama.
Selain menciptakan lagu ilir-ilir, Sunan Kalijaga merupakan pencipta pertama bedug yang biasa dipakai untuk penanda masuknya waktu shalat bagi umat muslim untuk salat, karena pada zaman dahulu belum ada speaker atau pengeras suara untuk mengumandangkan adzan, namun bukan menggantikan peran adzan untuk memanggil umat muslim untuk shalat. Beliau Sunan Kalijaga juga orang yang pertama kali mengadakan grebeg maulid di daerah Demak dalam menyambut kelahiran Nabu Muhammad SAW dan masih banyak lagi kesenian yang ia geluti.
Sangat banyak kontribusi seorang Sunan Kalijaga dalam melakukan penyebaran dakwah Islam di tanah Jawa. Dalam memasukkan pengaruh Islam, Sunan Kalijaga tak memakai kekerasan, akan tetapi melalui cara yang sangat lunak untuk mengambil hati masyarakat Jawa di saat itu. Sunan Kalijaga melakukan tak hanya sebatas di atas mimbar saja, akan tetapi juga berdakwah melalui sebuah tradisi, kesenian, ataupun budaya.
Seperti halnya pada saat Sunan Kalijaga syiar agama Islam dengan cara mendirikan Masjid di gunung kuncup, Desa Keyongan, Kecamatan Gabus, Grobogan. Bahwa dimungkinkan saat itu Sunan Kalijaga lebih memilih lokasi yang tertinggi dikarenakan dalam berdakwah beliau tidak ingin bersinggungan dengan mayoritas penduduk Jawa setempat yang beragama Hindu-Buddha.
Desa Keyongan tersebut dihuni oleh sekitar 5880 jiwa penduduk dan lokasinya yang berbatasan langsung dengan daerah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Daerah Permukimannya jauh dari hiruk pikuk perkotaan dengan memiliki jarak tempuh sekitar 2 jam perjalanan darat dari Kota Purwodadi, Grobogan. Dalam menuju Desa Keyongan musti membelah kawasan hutan yang masih terbilang asri kelestariannya.
Kepala Desa Keyongan, Budi Hartono, mengatakan, bahwa selama ini dirinya dan pihak desa telah berupaya untuk mengumpulkan arsip sejarah tentang desa yang erat kaitannya dengan Sunan Kalijaga.
Tercatat bahwa pada mulanya niat Sunan Kalijaga hanya ingin mencari kayu jati yang berkualitas yang akan digunakannya untuk membuat tiang Masjid Agung Demak. Pada saat itu kawasan hutan yang ada di Desa Keyongan banyak tumbuh pohon kayu jati dengan memiliki kualitas terbaik, sehingga Sunan Kalijaga mencari kayu jati disana.
Namun hanya saja, di sela perjalanannya di hutan Desa Keyongan digunakannya juga untuk syiar agama Islam. Pada saat itu di sekitaran abad ke -15, pada masa runtuhnya kerajaan Majapahit, penduduk setempat disana diketahui beragama Hindu-Buddha.
" Sunan Kalijaga membawa syiar agama Islam dan mendirikan masjid di puncak gunung kuncup. Yakni Lokasi teratas dipilih agar tidak mengganggu warga yang pada saat itu beragama Hindu-Buddha. Dapat dibayangkan betapa terjal dan susahnya untuk menuju gunung kuncup pada saat itu. Tahun 2006, saya membuat akses yang memadai menuju kesana dengan betonisasi memakai dana pribadi. Kami harap dapat menjadi wisata religi, apalagi belum pernah terpublikasi," ucap Budi saat ditemui Kompas.com.
Dikatakan Budi, bahwa langkah Sunan Kalijaga untuk menarik simpati para warga agar supaya mau memeluk Islam pada saat itu perlahan mulai menunjukkan hasil pencapaian. Bahwa Pengaruhnya untuk mengislamkan Jawa dengan cara yang sangat santun dan cerdas kian mudah diterima oleh warga disana.
Sunan Kalijaga kemudian kembali lagi ke Kesultanan Demak setelah ia berhasil membawakan kayu jati dari Desa Keyongan yang akan ia gunakan untuk tiang Masjid Agung Demak.
Sunan Kalijaga kemudian menugaskan murid kepercayaannya yaitu Raden Suwito atau dikenal dengan nama Syeh Abdul Rohman untuk melanjutkan dakwahnya yang ada di Desa Keyongan. Syeh Abdul Rohman yang juga seorang murid Sunan Kudus itu juga ditugaskan untuk menjaga peninggalan-peninggalan dari Sunan Kalijaga yang dikubur di gunung kuncup.
Syeh Abdul Rohman juga setia melakukan tugasnya sampai akhir hayatnya dimakamkan di puncak gunung kuncup. Adapun Makam Syeh Abdul Rohman sampai saat ini masih terawat dengan baik dan selalu dijaga oleh seorang juru kunci. Lokasi untuk menuju puncak gunung kuncup sudah terfasilitasi dengan anak tangga terbuat dari beton.
"Namun anehnya sesudah ditinggalkan oleh Sunan Kalijaga, masjid itu perlahan sirna atau menghilang tanpa jejak atau dikenal dengan muksa. Karena kedigdayaan dari Sunan Kalijaga inilah yang kemudian meluluhkan warga untuk memeluk agama Islam. Saat ini mayoritas warga sudah beragama Islam. Dari cerita turun temurun tersebut, di puncak gunung kuncup dahulunya Walisongo juga seringkali berkumpul disana sampai mengubur peninggalan-peninggalan mereka disana. Karena itulah Syeh Abdul Rohman telah ditugasi untuk menjaganya. Saat kini tidak ada siapapun yang berani untuk menggalinya," kata Budi.
Suara Adzan
Adapun Keanehan Gunung kuncup, bukit Kendeng selatan yang dikenal bagi warga setempat tentu sudah tak asing lagi.
Berbagai Kearifan lokal warga setempat yang meyakini bila keberadaan masjid yang mendadak lenyap dari puncak gunung kuncup itu menyisakan sebuah pesan moral yang amat positif dari seorang ulama termasyhur, Sunan Kalijaga.
" Anehnya dari puncak bukit tersebut seringkali muncul suara adzan yang indah meskipun tidak ada Masjid disana. Lantunan Adzan berkumandang pada saat menjelang Magrib maupun Isyak. Warga telah terbiasa mendengarnya dan mereka menganggap menjadi pengingat untuk melakukan ibadah dan bukan dianggap sebagai hal mistis. Fenomena tersebut sudah ada sejak leluhur kami ada," kata tokoh masyarakat Desa Keyongan, Wakimin (85).
Dijelaskan oleh Wakimin, warga sudah turun temurun mempercayai bila "Masjid Muksa" yang dulunya dibangun oleh Sunan Kalijaga pada puncak gunung kuncup merupakan sarana yang dipakai untuk syiar agama islam.
Masjid tersebut didirikan saat Sunan Kalijaga sedang mencari kayu untuk tiang Masjid Agung Demak.
"Masjid tersebut dibangun sebelum ada Masjid Agung Demak. Masjid tersebut lalu dibuat muksa oleh Sunan Kalijaga agar supaya warga mau membangun masjid pada tempat yang memadai dan gampang diakses sepeninggalnya ke Demak. Siapa yang kala itu yang mampu membangun masjid di atas bukit selain karena kelebihan dari Sunan Kalijaga. Masjid tersebut sengaja dibuat menjauh dari warga dikarenakan pada saat itu warga umumnya beragama Hindu-Buddha, tentu supaya tak mengganggu. Inilah kecerdasan Sunan Kalijaga untuk berdakwah," kata Wakimin.
"Masjid Muksa" di Gunung Kuncup juga menyisakan sebuah kisah yang bisa membuat bulu kuduk merinding untuk orang awam.
"Banyak kiyai dari luar daerah yang seringkali diundang untuk ikut pengajian malam di puncak gunung kuncup itu. Mereka pun mengikuti pengajian tersebut dan melihat banyak jamaah di dalam masjid yang megah di gunung kuncup. Namun Keesokan harinya mereka pun syok sesudah mengetahui bila di gunung kuncup itu tak ada masjid apalagi sebuah pengajian. Kejadian tersebut berulang-ulang yang dialami banyak kiai," terang Suwadi (58), juru kunci di makam Syeh Abdul Rohman.
0 comments:
Post a Comment