13 October 2017

Kisah Umar bin Khattab, Yahudi Tua dan Sepotong Tulang

Kisah Umar bin Khattab, Yahudi Tua dan Sepotong Tulang - Mungkin dintara kita sudah ada yang pernah mendengar tentang kisah ini, bahwa keadilan khalifah Umar Bin Khattab kepada seorang Yahudi Tua yang mengadukan permasalahannya. Adapun kisah ini diambil dari buku 30 kisah teladan yang ditulis oleh K.H Abdurrahman Arroisi. Buku ini sudah cukup lama yang dicetak hingga sembilan kali (pada tahun 1986-1994) namun kisah-kisahnya masih mampu menggugah keimanan dan keislaman kita.


Adil pada Semua Golongan
Semenjak diangkat jadi gubernur Mesir oleh Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash mulai menempati sebuah istana megah yang di depannya terdapat sebidang tanah kosong yang berawa-rawa, dan diatasnya cuma ada gubuk reyot yang hampir roboh. Selaku seorang gubernur, dia menginginkan agar supaya di atas tanah tadi, didirikan sebuah masjid yang indah dan megah agar tampak seimbang dengan istananya. Apalagi Amr bin Ash mengetahui bahwa tanah dan gubuk itu rupanya milik seorang yahudi. Maka yahudi tua pemilik tanah tersebut dipanggil untuk menghadap istana untuk merundingkan rencana Gubernur Amr bin Ash tersebut.


“wahai Yahudi, berapa harga jual tanah punyamu sekalian gubuknya? Aku akan membangun masjid di atasnya.”
Yahudi itu pun menggelengkan kepalanya, “tak akan saya jual, Tuan.”
“Kubayar 3 kali lipat dari harga biasanya?” tambah Gubernur menawarkan keuntungan yang lebih besar.
“namun Tetap tidak akan saya jual” kata si Yahudi.
“Akan kubayar 5 kali lipat dibandingkan harga yang umum!” kata Gubernur.
Yahudi itu pun mempertegas jawabannya, “Tidak.”
Maka ketika si kakek yang beragama Yahudi itu meninggalkan kediaman Gubernur, Amr bin Ash memutuskan untuk melalui surat untuk membongkar gubuk reyotnya dan mendirikan masjid besar di atas tanahnya yakni dengan alasan kepentingan bersama dan untuk memperindah pandangan mata. Yahudi pemilik tanah dan gubuk tak dapat berbuat apa-apa menghadapi tindakan penguasa. Ia hanya dapat menangis dalam hati. Akan ia tidak putus asa untuk memperjuangkan haknya. Lalu Ia bertekad untuk mengadukan perbuatan gubernur tadi kepada atasannya di Madinah, yakni Khalifah Umar bin Khattab.
Sungguh dia tidak menyangka, Khalifah yang namanya amat tersohor itu tak memiliki istana mewah. Ia bahkan diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, yakni di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.
“Ada apa gerangan Tuan datang jauh-jauh kesini dari Mesir?” tanya Khalifah Umar. Walau Yahudi tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, namun kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan sebuah pandangan sejuk sehingga dengan lancar ia bisa menyampaikan keperluannya dari sejak kerja kerasnya seumur hidup untuk bisa membeli tanah dan gubuk kecil, hingga perampasan hak miliknya oleh seorang gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid megah yang ada diatas tanah miliknya.
Umar bin Khattab kemudian mendadak merah padam mukanya. Dengan murka ia pun berkata, “Perbuatan Amr bin Ash keterlaluan.” Sesudah agak reda emosinya, Umar lantas menyuruh seorang Yahudi tadi untuk mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang ada di dekatnya. Yahudi itu ragu untuk melakukan perintahnya. Apakah dia salah dengar? Oleh sang Khalifah, tulang itu kemudian digoreti huruf alif lurus dari atas ke bawah, kemudian dipalang di tengah-tengahnya memakai ujung pedang. Lalu tulang tersebut diserahkan pada si kakek seraya berkata, “Tuan. Bawalah tulang ini ke Mesir, dan berikan pada gubernur Amr bin Ash.”
Yahudi itu pun semakin bertanya-tanya. dia datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan untuk memohonkan keadilan pada kepala negara, akan tetapi apa yang dia peroleh? Hanya sebuah tulang berbau busuk yang hanya digoret-goret dengan ujung pedang. Ia berpikir, Apakah Khalifah Umar tidak waras?
“Maaf, Tuan Khalifah.” Dia berkata, “Saya datang kesini menuntut keadilan, akan tetapi bukan keadilan yang Anda berikan. Melainkan hanya sepotong tulang yang tidak berharga. Bukankah ini sebuah penghinaan kepada diri saya?”
Umar tak marah. Ia meyakinkan dengan sebuah penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itu ada keadilan yang Tuan inginkan.”
Maka, walau sambil mendongkol dan mengomel sepanjang jalan, si kakek Yahudi itu kemduian berangkat menuju tempat asalnya dengan membawa sepotong tulang belikat unta yang berbau busuk. Namun Anehnya, begitu tulang yang tidak bernilai tadi diterima oleh gubernur Amr bin Ash, maka tak disangka mendadak tubuh Amr bin Ash menggigil dan wajahnya pun menyiratkan ketakutan yang teramat sangat. Seketika itu juga ia memerintahkan pada segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru dibangun, dan agar supaya dibangun lagi gubuk milik kakek Yahudi dan menyerahkan kembali hak atas tanahnya.
Anak buah Amr bin Ash telah berkumpul seluruhnya. Masjid yang sudah memakan dana besar itu akan dihancurkan. Tiba-tiba si kakek Yahudi mendatangi gubernur Amr bin Ash dengan terburu-buru.
“Ada perlu apalagi, Tuan?” tanya Amr bin Ash yang berubah sikap menjadi lemah lembut dan hormat. Dengan masih terengah-engah, Yahudi itu pun berkata, “Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dahulu masjid itu. Izinkan saya bertanya perkara yang mengusik rasa penasaran saya.”
“tentang apa?” tanya gubernur tak mengerti.
“Apa penyebabnya Tuan begitu ketakutan dan mulai menyuruh untuk merobohkan masjid yang Anda bangun dengan biaya besar, cuma lantaran menerima sepotong tulang dari sang Khalifah Umar?”
Gubernur Amr bin Ash menjawab pelan,”Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu hanya tulang biasa, dan baunya busuk. Namun karena dikirimkan oleh Khalifah, tulang itu menjadi sebuah peringatan yang teramat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf alif / garis yang dipalang pada bagian tengah-tengahnya.”
“Maksudnya?” tanya si kakek semakin keheranan.
“Tulang itu berisi sebuah ancaman dari Khalifah: wahai Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun kamu sekarang, betapapun tingginya pangkat dan juga kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Maka dari itu, bertindak adillah engkau seperti huruf alif yang lurus ini, adil di atas dan juga di bawah, karena, bila kamu tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, atau kutebas batang lehermu.”

Kisah Islami Lainnya:


Yahudi itu pun menunduk terharu. Ia kagum akan sikap khalifah yang tegas dan juga sikap gubernur yang patuh pada atasannya cuma dengan menerima sepotong tulang. Benda yang rendah itu kemudian berubah menjadi putusan hukum yang sangat keramat dan ditaati di tangan para penguasa yang beriman. Lalu yahudi itu pun kemudian menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai tanah wakaf. Kemudian dengan kejadian itu, ia langsung menyatakan untuk masuk Islam.
Share:

07 October 2017

Kisah Hikmah Ibnu Hajar Al-Asqalani (Si Anak Batu)

Ibnu Hajar Al-Asqalani, beliau ialah seorang anak yatimm, Ayahnya meninggal padaa saat ia masih berusia 4 tahun dan ibunya meninggal saat beliau masih usia balita. Maka di bawah asuhan kakak kandungnya, beliau tumbuh dewasa menjadi remaja rajin, pekerja keras dan amat berhati-hati dalam menjalani hidupnya dan memiliki kemandirian yang tinggi. Beliau dilahirkan pada tanggal 22 sya’ban pada tahun 773 Hijriyah di daerah pinggiran sungai Nil, Mesir.


Nama asli beliau ialah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang asalnya dari Al-Asqalan. Akan tetapi ia lebih masyhur dengan julukan Ibn Hajar Al Asqalani. Ibnu Hajar artinya anak batu sementara Asqalani ialah nisbat kepada ‘Asqalan’, nama sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, yakni daerah dekat Ghuzzah.

Pada Suatu ketika, di saat beliau masih belajar pada sebuah madrasah, dia terkenal sebagai murid yang sangat rajin, akan tetapi ia juga dikenal sebagai murid yang bodoh, ia selalu tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan seringkali lupa dengan pelajaran-pelajaran yang sudah di ajarkan oleh gurunya di madrasah yang menjadikannya patah semangat dan juga frustasi.

Beliau kemudian memutuskan untuk pulang meninggalkan sekolahnya. Lalu di tengah perjalanan pulang, dalam rasa kegundahan hatinya meninggalkan sekolahnya, kemudian turun hujan dengan sangat lebatnya, mamaksa dirinya untuk berteduh dalam sebuah gua. Saat ia beradaa didalam gua pandangannyaa tertuju pada sebuahh tetesan air yang menetess sedikit demii sedikit jatuh dan melubangi sebuahh batu, dan ia pun terkejutt. Beliau pun berpikir dalam hati, ini sungguh sebuahh keajaiban. Melihat kejadian itu ia mulai termenung, bagaimana mungkinn batu itu dapat terlubangi hanya dengan adanya tetesan air. Ia terus mengamati tetesan air itu dan menyimpulkan bahwa batu itu berlubang karena adanya tetesan air yang terus-menerus. Maka dari peristiwa ituu, seketika ia pun tersadarr bahwa betapapun kerasnyaa sesuatu bila ia di asah trus meneruss maka akan jadi lunak. Batu yang keras aja dapat terlubangi oleh adanya tetesan air apalagi kepala saya yang tak sekeras batu. Jadi kepala saya pastinya dapat menyerap segala pelajaran bila dibarengi dengan rajin, tekun, dan sabar.

Maka sejak saat itu semangatnya kembali tumbuh kemudian beliau kembali ke sekolahnya dan bertemu Gurunya dan menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya. Melihat adanya semangat tinggi yang ada dalam jiwa beliau, gurunya pun mau menerimanya kembali untuk menjadi muridnya disekolah itu.

maka sejak saat itu perubahan pun mulai terjadi dalam diri sang Ibnu Hajar. Beliau kemudian manjadi murid yang tercerdas dan malampaui teman-teman sebayanya yang sudah manjadi para Ulama besar dan dia tumbuh menjadi seorang ulama tersohor dan punya banyak karangan dalam kitab-kitab yang masyhur dijaman kita sekrang ini. Di antara karya beliau yang sangat terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lainnya.

Bahkan menurut seorang muridnya, yakni Imam asy-Syakhawi, karya beliau hingga mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini telah menghitungnya, dan memperoleh hingga 282 kitab. Kebanyakan karyanya berkaitan dengan bahasan hadits, secara riwayat dan secara dirayat (kajian).

Kisah Islami Lainnya:

Catatan kisah:
“Kisah Beliau tersebut diatas dapat menjadi sebuah motivasi untuk kita semua, bahwa sekeras apapun dan sesulit apapun itu bila kita betul-betul ikhlas dan secara tekun serta istiqamah dalam belajar maka niscaya kita akan memperoleh sebuah kesuksesan. Maka Jangan pernah menyerah ataupun putus asa, karena kegagalan itu hal biasa, namun bila Anda berhasil bangkit dari sebuah kegagalan, maka itu merupakan hal yang luar biasa.
firman Allah SWT : “Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum, hingga dia sendiri yang mengubah keadaan mereka sendiri” ( Quran Surah. Ar Rad, ayat 11 ).
Share:

04 October 2017

Kisah Umar bin Khattab dan Sungai Nil



Kisah Umar bin Khattab dan Sungai Nil - Sering sekali, untuk sebuah alasan keselamatan dalam bekerja, ataupun demi lancarnya berlangsungnya sebuah acara, atau dengan alas an-alasan tertentu untuk menutupi kelemahan pola pikir kita, maka kita mau melakukan permohonan bantuan kepada "sesuatu" yang berikutnya kebablasan hingga menjadi suatu "tradisi", yang akan terus-menerus kita lakukan dan kita lestarikan.
Bahkan jika terjadi aral atau kurang lancarannya prosesi pekerjaan tersebut, selalu kita kaitkan dengan hitungan hari, tumbal, dan lain sebagainya.

Menuruti apapun anjuran dari dukun atau paranormal, dengan cara membuat sesaji-sesaji, atau menyediakan tumbal (yang umumnya amat keji caranya), menyembah berhala benda pusaka, dan makin parahnya lagi dengan memerintahkan bawahan/ orang-orang kita untuk ikut melestarikan "tradisi" tersebut secara kolosal.



Naudzubillah min dzaalik, ... walau Bagaimanapun juga semestinya kita mesti senantiasa menanamkan sebuah prinsip utama dari kalimat "Laa illaha illallah" ke dalam batin qalbu dan akal pikiran kita, sehingga kita akan terhindarkan dari menyekutukan-Nya dengan "sesuatu yangg bodoh" tersebut. Syirik, otomatis masuk kedalam neraka Jahannam, neraka yang paling dasar dan tak ada grasi, remisi atau ampunan apapun untuk dapat keluar darinya.

Maka sebaiknya dan seyogyanya, marilah kita tauladani tentang bagaimana sikap seharusnya terhadap "tradisi syirik" tadi dari sebuah kisah Khalifah Umar bin Khattab dan Sungai Nil berikut ini :

Pada suatu masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a, negeri Mesir sudah menjadi bagian dari sebuah pemerintahan Islam di Madinah. Yakni sekitar tahun 20 H, suatu hari seorang perwakilan pemimpin masyarakat Mesir mendatangi sahabat Amr bin ‘Ash r.a yang pada saat itu ditugaskan Khalifah Umar untuk menjadi seorang Gubernur Mesir.

“wahai Amr, Sungai Nil kami ini punya sebuah tradisi yang dengan tradisi itu maka arus sungai Nil ini bisa mengalir terus-menerus dan lancar” ujar mereka

lalu Amr bertanya “apa tradisi tersebut ?”

mereka menjawab “pada malam ke sekian dari bulan ini, kami perlu mencari seorang wanita perawan yang tercantik dan sempurna, yang akan kami ambil dari orangtuanya ... meski kami juga akan berusaha untuk membujuk orangtuanya agar supaya merelakan anaknya untuk kami bawa” lanjutnya.

“kemudian, kami akan menghiasinya dengan beragam perhiasan yang membuatnya terlihat amat cantik, juga pakaian yang terindah baginya..”

dengan sedikit canggung mereka meneruskan ceritanya “... kemudian kami akan korbankan dirinya dengan cara membuangnya ke dalam Sungai Nil”

Amr pun langsung menjawab “Astaghfirullahal adhziim, tradisi ini tentu dilarang dalam islam, karena sesungguhnya kita haruslah meruntuhkan tradisi syirik ini!”

jawaban tegas dari Amr menjadikan mereka terdiam dan tak berani berbuat apa-apa.

Dan sungguhlah, dalam kenyataannya beberapa hari kemudian sungai Nil ini menjadi kering.

kemudian setelah beberapa bulan berlalu, Sungai Nil tak sedikitpun mengalirkan airnya, sehingga muncul suara-suara dari penduduk sekitar sungai Nil tentang kebijakan Gubernur, karena kepayahan mereka tanpa adanya aliran air dari sungai Nil. Penduduk yang sudah tak tahan dengan kepayahan tersebut sudah bersiap siap melakukan eksodus, dan mengungsi dari kota Mesir.

segeralah Amr bin Ash mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk memberitakan kejadian tersebut, dan meminta solusi secepatnya.

Dalam balasan surat khalifah Umar beliau berkata “sesungguhnya kebijakan yang engkau (Gubernur Amr bin Ash) lakukan sudah benar,.. dan aku sudah mengirim bersama surat ini sebuah lembaran. maka lemparkan lembaran ini ke dalam sungai Nil”

Maka kemudian Amr bin ‘Ash segera ketepian sungai Nil untuk melakukan perintah dari Khalifah Umar, untuk melemparkan sebuah lembaran dari Khalifah ke dasar sungai Nil.

Dan pada pagi harinya, tentu dengan ijin Allah SWT, sungai Nil sudah kembali mengalirkan airnya. Bahkan dalam di hari itu juga permukaan air jadi bertambah tinggi sehingga dapat menggenangi keringnya seluruh sungai Nil yang cukup luas dan panjang. Dan saat tahun itu, tradisi syirik jahiliah di Mesir tentang sungai Nil hingga sekarang sudah dihilangkan.

Gubernur Amr bin ‘Ash sendiri masih dapat mengingat isi lembaran yang harus ia lemparkan itu, yang cuma berupa tulisan atau surat yang berbunyi;

“dari hamba Allah Umar bin Khattab kepada Sungai Nil milik penduduk Mesir, Amma ba’du : “bila engkau mengalir karena dirimu dan atas keingina kamu sendiri, maka tak usah kau mengalir dan sungguh kami tak memerlukanmu karena hal itu. namun bila engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha esa dan Perkasa, karena Ia-lah yang menjadikanmu mengalir, maka kami mohon pada Allah untuk membuatmu mengalir”.


Kisah Islami Lainnya:


sekian, Semoga bermanfaat dan menjadi pencerahan bersama, amiin.
Share: