Kisah Umar bin Khattab dan Sungai Nil - Sering sekali, untuk sebuah alasan keselamatan dalam bekerja, ataupun demi lancarnya berlangsungnya sebuah acara, atau dengan alas an-alasan tertentu untuk menutupi kelemahan pola pikir kita, maka kita mau melakukan permohonan bantuan kepada "sesuatu" yang berikutnya kebablasan hingga menjadi suatu "tradisi", yang akan terus-menerus kita lakukan dan kita lestarikan.
Bahkan jika terjadi aral atau kurang lancarannya prosesi pekerjaan tersebut, selalu kita kaitkan dengan hitungan hari, tumbal, dan lain sebagainya.
Menuruti apapun anjuran dari dukun atau paranormal, dengan cara membuat sesaji-sesaji, atau menyediakan tumbal (yang umumnya amat keji caranya), menyembah berhala benda pusaka, dan makin parahnya lagi dengan memerintahkan bawahan/ orang-orang kita untuk ikut melestarikan "tradisi" tersebut secara kolosal.
Naudzubillah min dzaalik, ... walau Bagaimanapun juga semestinya kita mesti senantiasa menanamkan sebuah prinsip utama dari kalimat "Laa illaha illallah" ke dalam batin qalbu dan akal pikiran kita, sehingga kita akan terhindarkan dari menyekutukan-Nya dengan "sesuatu yangg bodoh" tersebut. Syirik, otomatis masuk kedalam neraka Jahannam, neraka yang paling dasar dan tak ada grasi, remisi atau ampunan apapun untuk dapat keluar darinya.
Maka sebaiknya dan seyogyanya, marilah kita tauladani tentang bagaimana sikap seharusnya terhadap "tradisi syirik" tadi dari sebuah kisah Khalifah Umar bin Khattab dan Sungai Nil berikut ini :
Pada suatu masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a, negeri Mesir sudah menjadi bagian dari sebuah pemerintahan Islam di Madinah. Yakni sekitar tahun 20 H, suatu hari seorang perwakilan pemimpin masyarakat Mesir mendatangi sahabat Amr bin ‘Ash r.a yang pada saat itu ditugaskan Khalifah Umar untuk menjadi seorang Gubernur Mesir.
“wahai Amr, Sungai Nil kami ini punya sebuah tradisi yang dengan tradisi itu maka arus sungai Nil ini bisa mengalir terus-menerus dan lancar” ujar mereka
lalu Amr bertanya “apa tradisi tersebut ?”
mereka menjawab “pada malam ke sekian dari bulan ini, kami perlu mencari seorang wanita perawan yang tercantik dan sempurna, yang akan kami ambil dari orangtuanya ... meski kami juga akan berusaha untuk membujuk orangtuanya agar supaya merelakan anaknya untuk kami bawa” lanjutnya.
“kemudian, kami akan menghiasinya dengan beragam perhiasan yang membuatnya terlihat amat cantik, juga pakaian yang terindah baginya..”
dengan sedikit canggung mereka meneruskan ceritanya “... kemudian kami akan korbankan dirinya dengan cara membuangnya ke dalam Sungai Nil”
Amr pun langsung menjawab “Astaghfirullahal adhziim, tradisi ini tentu dilarang dalam islam, karena sesungguhnya kita haruslah meruntuhkan tradisi syirik ini!”
jawaban tegas dari Amr menjadikan mereka terdiam dan tak berani berbuat apa-apa.
Dan sungguhlah, dalam kenyataannya beberapa hari kemudian sungai Nil ini menjadi kering.
kemudian setelah beberapa bulan berlalu, Sungai Nil tak sedikitpun mengalirkan airnya, sehingga muncul suara-suara dari penduduk sekitar sungai Nil tentang kebijakan Gubernur, karena kepayahan mereka tanpa adanya aliran air dari sungai Nil. Penduduk yang sudah tak tahan dengan kepayahan tersebut sudah bersiap siap melakukan eksodus, dan mengungsi dari kota Mesir.
segeralah Amr bin Ash mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk memberitakan kejadian tersebut, dan meminta solusi secepatnya.
Dalam balasan surat khalifah Umar beliau berkata “sesungguhnya kebijakan yang engkau (Gubernur Amr bin Ash) lakukan sudah benar,.. dan aku sudah mengirim bersama surat ini sebuah lembaran. maka lemparkan lembaran ini ke dalam sungai Nil”
Maka kemudian Amr bin ‘Ash segera ketepian sungai Nil untuk melakukan perintah dari Khalifah Umar, untuk melemparkan sebuah lembaran dari Khalifah ke dasar sungai Nil.
Dan pada pagi harinya, tentu dengan ijin Allah SWT, sungai Nil sudah kembali mengalirkan airnya. Bahkan dalam di hari itu juga permukaan air jadi bertambah tinggi sehingga dapat menggenangi keringnya seluruh sungai Nil yang cukup luas dan panjang. Dan saat tahun itu, tradisi syirik jahiliah di Mesir tentang sungai Nil hingga sekarang sudah dihilangkan.
Gubernur Amr bin ‘Ash sendiri masih dapat mengingat isi lembaran yang harus ia lemparkan itu, yang cuma berupa tulisan atau surat yang berbunyi;
“dari hamba Allah Umar bin Khattab kepada Sungai Nil milik penduduk Mesir, Amma ba’du : “bila engkau mengalir karena dirimu dan atas keingina kamu sendiri, maka tak usah kau mengalir dan sungguh kami tak memerlukanmu karena hal itu. namun bila engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha esa dan Perkasa, karena Ia-lah yang menjadikanmu mengalir, maka kami mohon pada Allah untuk membuatmu mengalir”.
Kisah Islami Lainnya:
sekian, Semoga bermanfaat dan menjadi pencerahan bersama, amiin.
Bahkan jika terjadi aral atau kurang lancarannya prosesi pekerjaan tersebut, selalu kita kaitkan dengan hitungan hari, tumbal, dan lain sebagainya.
Menuruti apapun anjuran dari dukun atau paranormal, dengan cara membuat sesaji-sesaji, atau menyediakan tumbal (yang umumnya amat keji caranya), menyembah berhala benda pusaka, dan makin parahnya lagi dengan memerintahkan bawahan/ orang-orang kita untuk ikut melestarikan "tradisi" tersebut secara kolosal.
Naudzubillah min dzaalik, ... walau Bagaimanapun juga semestinya kita mesti senantiasa menanamkan sebuah prinsip utama dari kalimat "Laa illaha illallah" ke dalam batin qalbu dan akal pikiran kita, sehingga kita akan terhindarkan dari menyekutukan-Nya dengan "sesuatu yangg bodoh" tersebut. Syirik, otomatis masuk kedalam neraka Jahannam, neraka yang paling dasar dan tak ada grasi, remisi atau ampunan apapun untuk dapat keluar darinya.
Maka sebaiknya dan seyogyanya, marilah kita tauladani tentang bagaimana sikap seharusnya terhadap "tradisi syirik" tadi dari sebuah kisah Khalifah Umar bin Khattab dan Sungai Nil berikut ini :
Pada suatu masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a, negeri Mesir sudah menjadi bagian dari sebuah pemerintahan Islam di Madinah. Yakni sekitar tahun 20 H, suatu hari seorang perwakilan pemimpin masyarakat Mesir mendatangi sahabat Amr bin ‘Ash r.a yang pada saat itu ditugaskan Khalifah Umar untuk menjadi seorang Gubernur Mesir.
“wahai Amr, Sungai Nil kami ini punya sebuah tradisi yang dengan tradisi itu maka arus sungai Nil ini bisa mengalir terus-menerus dan lancar” ujar mereka
lalu Amr bertanya “apa tradisi tersebut ?”
mereka menjawab “pada malam ke sekian dari bulan ini, kami perlu mencari seorang wanita perawan yang tercantik dan sempurna, yang akan kami ambil dari orangtuanya ... meski kami juga akan berusaha untuk membujuk orangtuanya agar supaya merelakan anaknya untuk kami bawa” lanjutnya.
“kemudian, kami akan menghiasinya dengan beragam perhiasan yang membuatnya terlihat amat cantik, juga pakaian yang terindah baginya..”
dengan sedikit canggung mereka meneruskan ceritanya “... kemudian kami akan korbankan dirinya dengan cara membuangnya ke dalam Sungai Nil”
Amr pun langsung menjawab “Astaghfirullahal adhziim, tradisi ini tentu dilarang dalam islam, karena sesungguhnya kita haruslah meruntuhkan tradisi syirik ini!”
jawaban tegas dari Amr menjadikan mereka terdiam dan tak berani berbuat apa-apa.
Dan sungguhlah, dalam kenyataannya beberapa hari kemudian sungai Nil ini menjadi kering.
kemudian setelah beberapa bulan berlalu, Sungai Nil tak sedikitpun mengalirkan airnya, sehingga muncul suara-suara dari penduduk sekitar sungai Nil tentang kebijakan Gubernur, karena kepayahan mereka tanpa adanya aliran air dari sungai Nil. Penduduk yang sudah tak tahan dengan kepayahan tersebut sudah bersiap siap melakukan eksodus, dan mengungsi dari kota Mesir.
segeralah Amr bin Ash mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk memberitakan kejadian tersebut, dan meminta solusi secepatnya.
Dalam balasan surat khalifah Umar beliau berkata “sesungguhnya kebijakan yang engkau (Gubernur Amr bin Ash) lakukan sudah benar,.. dan aku sudah mengirim bersama surat ini sebuah lembaran. maka lemparkan lembaran ini ke dalam sungai Nil”
Maka kemudian Amr bin ‘Ash segera ketepian sungai Nil untuk melakukan perintah dari Khalifah Umar, untuk melemparkan sebuah lembaran dari Khalifah ke dasar sungai Nil.
Dan pada pagi harinya, tentu dengan ijin Allah SWT, sungai Nil sudah kembali mengalirkan airnya. Bahkan dalam di hari itu juga permukaan air jadi bertambah tinggi sehingga dapat menggenangi keringnya seluruh sungai Nil yang cukup luas dan panjang. Dan saat tahun itu, tradisi syirik jahiliah di Mesir tentang sungai Nil hingga sekarang sudah dihilangkan.
Gubernur Amr bin ‘Ash sendiri masih dapat mengingat isi lembaran yang harus ia lemparkan itu, yang cuma berupa tulisan atau surat yang berbunyi;
“dari hamba Allah Umar bin Khattab kepada Sungai Nil milik penduduk Mesir, Amma ba’du : “bila engkau mengalir karena dirimu dan atas keingina kamu sendiri, maka tak usah kau mengalir dan sungguh kami tak memerlukanmu karena hal itu. namun bila engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha esa dan Perkasa, karena Ia-lah yang menjadikanmu mengalir, maka kami mohon pada Allah untuk membuatmu mengalir”.
Kisah Islami Lainnya:
- Kisah Nabi Isa, bisa menghidupkan burung dari tanah dan dikhianati muridnya
- Nasihat Ayah, Pentingnya Shalat
- Kisah Nabi Ibrahim as Mukjizat Allah tahan dibakar api
- Cerita Islami Kisah Teladan Nabi Uzair As Tidur 100 Tahun
- Rasul Muhammad SAW: Aku Pintunya ilmu, Ali (bin Abi Thalib) Kuncinya
- Cerita Islami Kisah Nabi Yusuf Dan Zulaiha Sesuai Al Quran
sekian, Semoga bermanfaat dan menjadi pencerahan bersama, amiin.
0 comments:
Post a Comment