Kisah Kilab bin Umaiyah - Ada seorang laki-laki bernama Kilab bin Umayyah bin Askar. Ia memiliki seorang ayah dan ibu yang telah tua. Dia selalu menyiapkan susu untuk keduanya setiap pagi dan petang hari. Lalu datanglah dua orang menemui Kilab, mereka mengajaknya untuk pergi berperang. Dan ternyata Kilab tertarik akan ajakan tersebut, kemudian dia membeli seorang hamba sahaya untuk dapat menggantikannya dalam mengasuh kedua orang tuanya. Kemudian Kilab pun pergi berangkat berjihad.
Pada suatu malam, seorang hamba sahaya tadi datang sambil membawa gelas jatah susu petang hari pada ayah dan ibu Kilab, saat keduanya sedang tidur. Dia menunggu beberapa saat dan tak membangunkannya dan pergi. Di tengah malam keduanya pun terbangun dalam keadaan lapar, bapak Kilab kemudian berkata,
“Dua orang sudah memohon kepada Kilab dengan kitabullah. Keduanya sudah bersalah dan merugi. Engkau meninggalkan Ayahmu yang kedua tangannya sudah gemetar, dan ibumu yang tak dapat minum dengan nikmat. Bila merpati itu bersuara pada lembah Waj karena telur-telurnya, kedunya pun mengingat Kilab. Dia didatangi oleh dua orang yang dating membujuknya. Wahai hamba Allah, sungguh bahwa keduanya sudah durhaka dan merugi. Aku memanggilnya kemudian ia berpaling dengan menolak. Maka ia tak berbuat yang benar. Sesungguhnya saat kamu mencari pahala selain dengan berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang sedang memburu fatamorgana. Apakah terdapat kebaikan sesudah menyia-nyiakan kedua orang tua? Demi bapak Kilab, perbuatannya itu tidak dibenarkan.”
Bila ada orang luar Madinah yang telah datang ke kota Madinah, Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu selalu bertanya tentang berita-berita dan keadaan mereka. Umar pun bertanya pada salah seorang yang datang, “Dari mana engkau?” Orang itu pun menjawab, “Dari Thaif.” Umar bertanya lagi, “Ada berita apa?” Orang itu kemudian menjawab, “Aku melihat seorang laki-laki yang berkata (laki-laki ini menyebutkan ucapan dari bapak Kilab tersebut di atas).” Umar kemudian menangis dan berkata, “Sungguh Kilab sudah mengambil langkah yang salah.”
Lalu bapak Kilab, Umaiyah bin Askar dengan penuntunnya bertemu Umar yang sedang berada di masjid. Ia mengatakan, “Aku dicela. engkau telah mencelaku secara tiada batas, dan engkau tidak tahu penderitaan yang sudah kurasakan. Bila engkau mencelaku, maka kembalikanlah Kilab saat ia berangkat ke Irak. Pemuda mulia ada dalam kesulitan dan kemudahan, kokoh dan tangguh saat hari pertempuran. Tidak, demi bapakmu, cintaku untukmu tidaklah usang. Begitu juga harapanku dan kerinduanku padamu. Seandainya pun kerinduan yang mendalam dapat membelah hati, maka niscaya hatiku sudah terbelah karena kerinduanku kepadanya. Maka Aku akan mengadukan al-Faruq (yang dimaksud Umar bin Khattab) pada Tuhannya yang sudah menggiring jamaah haji ke tanah yang berbatu hitam. Aku berdoa pada Allah dengan mengharapkan limpahan pahala dari-Nya di lembah Akhsyabain sampai air hujan mengalirinya. Sungguh al-Faruq tak memanggil Kilab agar supaya pulang pada dua orang tua yang sedang kebingungan.”
Umar pun menangis, kemudian beliau menulis surat pada Abu Musa al-Asy’ari agar segera memulangkan Kilab ke kota Madinah. Abu Musa kemudian berkata pada Kilab, “Temui Amirul Mukminin Umar bin Khattab.” Kilab pun menjawab, “Aku tak melakukan kesalahan, tidak juga melindungi orang yang salah.” Abu Musa lalu berkata, “maka Pergilah!”
Kilab pulang ke kota Madinah. Saat Umar bertemu dengannya, beliau pun mengatakan, “Sejauh mana engkau berbuat baik pada orang tuamu?” Kilab pun menjawab, “Aku memperhatikannya dengan mencukupi kebutuhannya. Bila aku akan memerah susu untuk kedua orang tuaku, maka aku terbiasa memilih onta betina yang paling gemuk, yang paling sehat dan juga yang paling banyak kandungan susunya. Aku selalu mencuci puting susu onta itu, dan kemudian aku memerah susunya, dan menghidangkannya pada mereka.”
Umar kemudian mengutus orang untuk menjemput bapaknya. Bapak Kilab datang dengan tertatih seraya menunduk. Umar bertanya padanya, “Apa kabar, wahai Abu Kilab?” Ia menjawab, “Seperti yang engkau lihat wahai Amirul Mukminin.” Umar pun bertanya, “Apakah engkau ada kepeluan?” Ia menjawab, “Aku ingin sekali melihat Kilab. Aku ingin sekali mencium dan memeluknya sebelum aku mati.” Kemudian Umar menangis dan berkata, “Keinginanmu akan terwujud insya Allah.”
Kisah Islami Lainnya
Kisah Islami Lainnya
- Kisah Ibnu Hajar Al-Asqolani
- Kisah Umar bin Khattab dan Sungai Nil
- Nasihat Ayah, Pentingnya Shalat
- Kisah Nabi Ibrahim as Mukjizat Allah tahan dibakar api
- Cerita Islami Kisah Teladan Nabi Uzair As Tidur 100 Tahun
- Rasul Muhammad SAW: Aku Pintunya ilmu, Ali (bin Abi Thalib) Kuncinya
- Cerita Islami Kisah Nabi Yusuf Dan Zulaiha Sesuai Al Quran