Menguak Ramalan Jayabaya Dan Tafsir Isi Ramalan Jangka Jayabaya Notonogoro Tentang Presiden Indonesia
NOTONOGORO.Apa arti sebuah nama, ujar sastrawan terkenal asal lnggris William Shakespeare. Mawar akan tetap indah meski diganti dengan sebutan lain. Demikian juga harimau. Ia tetap binatang buas meski dipangggil perkutut. Nama hanya sebuah identitas untuk membedakan satu makhluk atau benda dengan makhluk atau benda lainnya. Tidak lebih, tidak kurang.
Tetapi hal itu tidak berlaku bagi orang Indonesia, khususnya wong Jawa.Nama memiliki keterkaitan dengan diri dan pribadi seseorang. Presiden Joko Widodo sempat mengganti namanya karena nama sebelumnya, yakni Mulyono, dianggap kurang pas sehingga dirinya sakit-sakitan. Nama juga melambangkan harapan dan keberkahan.
Nama juga menjadi begitu sakral dan penting manakala menyangkut Calon pemimpin Indonesia. Jayabaya, Maharaja Kediri, sudah meramalkan siapa-siapa yang bakal menjadi pemimpin Indonesia dengan memberikan “kode” pada nama belakang (akhiran), yang bisa juga ditafsirkan sebagai nama depan (awalan) yakni Notonogoro. Tidak heran jika orang tua dan suku Jawa lebih senang memberi nama anak laki-lakinya dengan akhiran atau awalan No, To, Go maupun Ro dengan harapan kelak anaknya akan menjadi pemimpin.
Persoalan yang mengemuka saat ini, masih relevankah Notonegoro atau Notonogoro dijadikan sebagai rujukan pemimpin nasional ketika ternyata beberapa nama Presiden Indonesia tidak memenuhi kriteria tersebut? Sebagian akan mencibir dengan menyimpulkan klaim Notonegoro tidak releven dan hanya hasil othak-athik-gathuk seseorang untuk membenarkan atau memberi legitimasi supramistik pada kekuasaan yang tengah digenggam. Dengan adanya “wahyu sejarah” bahwa namanya sudah tertulis sejak ratusan tahun lampau sebagai calon pemimpin, maka dia akan dianggap, minimal dipandang, sebagai seseorang yang memang sudah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Dengan demikian tidak akan ada yang mempersoalkan. Siapa yang berani melawan takdir?
Tetapi tidak demikian halnya dengan mereka yang meyakini kebenaran isi ramalan jayabaya atau Jangka Jayabaya. Notonegoromerupakan rangkaian kata akhiran (dan berlaku juga untuk awalan) dan sejumlah pemimpin besar Indonesia yang akan membawa kemakmuran, mencapai zaman keemasan di mana suro diro joyodiningrat lebur deningpangastuti.
Dengan asumsi tersebut, maka bisa saja setelah melewati 100 pemimpin (presiden), Indonesia baru akan mencapai zaman kejayaan. Selama belum ditemukan nama-nama pemimpin yang memiliki akhiran atau awalan Notonegoro/Notonogoro, maka Indonesia belum akan mencapai masa kejayaan tersebut.Saat ini kita baru memiliki tiga presiden yang nama akhimya membentuk kata Notono yakni Presiden pertama Soekarno (No), kedua Soeharto (To), ke enam Susilo Bambang Yudhoyono (No). Sementara ketiga Bi Habibie, ke empat Abdurrahman Wahid, kelima Megawati, tidak memiliki kriteria dan nama Presiden ke tujuh yakni Joko Widodo memiliki akhiran nama yang sama dengan SBY jika merujuk pada nama aslinya yakni Mulyono (no).
Jadi kapan kita akan mendapatkan Presiden dengan akhiran atau awalan Gountuk menyambung ramalan jayabaya? Bisa saja kelak dari Presiden ke delapan, atau mungkin ke sembilan dari akhiran atau awalan Ro didapat dari Presiden ke 10 atau ke 20. Wallahu alam bissawab.
Ramalan jayabaya atau jangka jayabaya selalu menarik untuk dikupas. Terlebih sudah banyak ramalan Maharaja Kediri bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa tersebut yang terbukti kebenarannya.
Ramalan jayabaya yang paling terkenal dan ditunggu-tunggu rakyat Indonesia adalah terkait presiden atau pemimpin Indonesia yang disebut memiliki akhiran atau awalan nama NO-TO-NO-GO-RO.Mengapa BJ Habibie,KH Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri tidak termasuk presiden yang dimaksud dalam isi tafsir ramalan jayabaya?
Tafsir Isi Ramalan Jangka Jayabaya Yang Kemungkinan keliru
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Asrar(Musarar) gubahan Sunan Giri Perapan(sunan Giri ke-3). Tafsir yang selama ini jauh dari makna sesungguhnya sehingga terkesan ada kesalahan pada ramalan tersebut.Padahal sesungguhnyà nama-nama Presiden atau pemimpin yang dimaksud oleh Jayabaya adalah presiden atau pemimpin yang akan membawa kemakmuran bagi Bangsa Indonesia.
Banyak tafsir tentang calon pemimpin Indonesia dalam kaitannya dengan ramalan atau jangka (jongko) Jayabaya hasil nukilan dari Kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Ada yang menafsirkan kata Notonegoro atau Notonogoro sebagai lima suku kata terpisah dan merujuk pada akhiran atau awalan nama calon pemimpin. Namun tidak sedikit yang menafsirkannya sebagai satu kesatuan yang memiliki makna atau arti menata negara. Ternyata kedua tafsir tersebut tidak sepenuhnya benar!
Untuk memastikan tafsir manakah yang paling mendekati kebenarannya, dari sumber investigasi secara supramistik dan mempelajari seluruh kitab-kitab yang terhubung dengan penafsiran ramalan Jayabaya.
Pertama, Notonegoro atau Notonogoro? Pertanyaan itu selalu mengemuka dan seringkali jawabannya didasarkan pada kepentingan individu tertentu. Padahal baik Notonegoro maupun Notonogoro karena lafal orang Jawa ketika menyebut ‘negoro’ akan terdengar seperti ‘nogoro’. Terlebib kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yakni Negara. Dengan demikian Notonogoro berarti Menata Negara atau Bangsa. Selain itu, tidak lazim orang Jawa memiliki nama awalan atau pun akhirnya ‘ne’. dengan pemahaman tersebut mestinya perdebatan ‘ne’ dan ‘no’ tidak perlu perpanjang lagi.
Kedua, apakah benar Jangka Jayabaya tidak tepat jika melihat nama-nama Presiden RI yang sudah berkuasa sejak masa Soekarno, Soeharto, Bi Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo, Banyak yang berpendapat ramalan Jayabaya tentang pemimpin masa depan Indonesia itu sudah tidak relevan dengan munculnya nama Bj Habibie, Megawati dan Gus Dur. Meski demikian ada yang mencoba memaksakan dengan mengaitkan Habibie sebagai No yang diambil dan arti nama beliau yakni cinta kasih yang dalam bahasa Jawa disebut tresno. Lalu Gus Dur memiliki awalan Go mengingat Gu tidak dikenal dalam huruf Jawa dan Megawati dianggap mewakili kata Ro yakni dari nama terakhirnya Soekarnoputri.
Jika menganut paham itu, maka Presiden SBY, Presiden Jokowi dan seterusnya adalah pemimpin sesudah masa yang diramalkan Jayabaya. Persoalannya, Jayabaya meyakini, setelah melewati lima Presiden dengan awalan maupun akhiran Notonogoro, Bangsa Indonesia akan mencapal kejayaan, masuk ke masa keemasan.Faktanya, saat ini kondisi Bangsa Indonesia belum beranjak ke masa tersebut. Bahkan sebagian kalangan mengatakan kondisi saat ini Iebih buruk di banding masa pemerintahan Soeharto.
Dari berbagai argument tersebut, jelaslah selama ini telah terjadi kekeliruan tafsir terhadap arti dan Notonogoro. Akibat kekeliruan penafsiran, terkesan ramalan Jayabaya tersebut tidak akurat dan cenderung bebas ditafsirkan sesuai kepentingan siapa saja.
Berikut tafsir yang benar/tepat terhadap isi ramalan Jayabaya:
Notonogoro harus ditafsirkan sebagai pemimpin yang berhasil menata negara. Hal ini harus dipertegas mengingat tidak semua pemimpin bisa mengemban amanah dengan baik. Mereka tetaplah pemimpin tetapi mungkin tidak banyak memberikan kontribusi dalam hal “menata negara”. Banyak contoh seorang pemimpin yang menerima mandat secara kebetulan karena adanya kekacauan atau kevakuman kepemimpinan.
Ramalan Jayabaya Tentang Indonesia
Ada juga pemimpin yang muncul karena pemaksaan kehendak seperti dengan jalan kudeta, makar, menjadi boneka bangsa lain dan lain sebagainya. Apakah mereka buka pemimpin? Mereka tetap pemimpin tetap tentu saja tidak akan bisa mengelola negara dengan baik untuk mencapai kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Lalu siapakah pemimpin Indonesia seperti yang dimaksud oleh Jayabaya? Mereka adalah pemimpin yang nama awalan atau akhirannya Notonegoro.
Dengan demikian, pemimpin yang dimaksud bukan hanya satu orang tetapi Iima pemimpin, Sayangnya, tafsir yang selama ini beredar memaksa kepada lima presiden terdahulu. Di sini letak kekeliruannya.Lima pemimpin (presiden) yang memiliki awalan atau akhiran Notonogoro, tidak harus berurutan. Pemimpin yang memiliki lima suku kata Notonogoro secara alami akan muncul. Rentang waktunya bisa 10 tahun, bisa juga 100 tahun.
Mengacu pada kondisi saat ini, Bangsa Indonesia baru memiliki tiga pemimpin yang memenuhi ramalan Jayabaya yakni Soekarno (No), Soeharto (To) dan Susilo Bambang Yudhoyono (No). Tidak ada yang bisa membantah keberhasilan Soekarno dalam membentuk, meletakkan dan menata dasar-dasar negara Republik Indonesia.
Presdien Soeharto kemudian melanjutkannya dengan pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan. Sementara SBY suka atau tidak suka harus diakui berhasil menata sistem demokrasi sehingga regenerasi kepemimpinan baik daerah maupun nasional dapat berjalanan dengan baik dan damai.
Meski memiliki jasa yang cukup besar, Bi Habibie, Gus Dur dan Megawati tidak masuk dalam kategori Notonogoro karena kepemimpinannya tidak sampai satu periode. Ketiga mantan Presiden tersebut juga menjadi penguat ramalan Jayabaya di mana jika pemimpin Indonesia tidak memenuhi kriteria Notonogoro, maka yang bersangkutan tidak akan berkuasa dalam rentang waktu minimal 10 tahun atau dua periode sebagaimana yang diperbolehkan oleh konstitusi.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi? Jika mengacu pada nama kecilnya, maka .Iokowi termasuk dalam kriteria Notonogoro yakni akhiran No(Mulyono) sebagaimana SBY. Tetapi jika mengacu pada nama saat ini (Joko Widodo), bisa dipastikan kepemimpinan Jokowi tidak akan sampai dua periode. Jokowi tetap bisa menyelesaikan satu periode hingga 2019. Pemimpin dengan akhiran No bisa saja dua atau tiga orang. Artinya nama pemimpin setelah Jokowi pun masih mungkmn berawalan atau akhiran No.
Baca juga Kapan Indonesia Maju sesuai ramalan tafsir Jayabaya
Ramalan Jayabaya Tentang Presiden Ke 8
Pertanyaannya sekarang, kapan Bangsa Indonesia memiliki pemimpin dengan nama yang berawalan atau akhiran Go? jika mengacu pada usia bangsa ini yang sudah mencapai 72 tahun, maka pemimpinan dengan awalan atau akhiran nama Go, akan muncul pada periode setelah Jokowi. Sebab pemimpinan yang berawalan atau berakhiran Ro, akan hadir sebelum usia Indonesia mencapai 100 tahun.
Pemimpin yang berawal atau berakhiran Go memiliki tugas sangat penting karena harus menata negara untuk memberi jalan Iahirnya Satrio Piningit, yakni pemimpin yang menggenapi kriteria Notonogoro.
Akan ada masa kekacuan selepas pemimpin Go, sebagai prasyarat hadirnya Satrio Piningit.Pada masa itu, merupakan zaman Kalabendu yang sesungguhnya. Jika pun tidak di dalam negeri, kekacauan terjadi di luar negeri namun memiliki dampak kuat ke dalam negeri. Kondisi tersebut bukan karena ketidakmampuan pemimpinnya, tetapi memang sudah menjadi garis sejarah yang harus dilalui Bangsa Indonesia.Bahkan jika saat masa itu terjadi namun pemimpin dengan awalan atau akhiran nama Go belum muncul, kemungkinan besar Indonesia akan terjebak dalam perang saudara akibat keinginan beberapa daerah untuk memisahkan diri sebagaimana pernah terjadi di masa lalu.
Ramalan Jayabaya Tentang Satria Piningit Atau Ratu Adil
Posisi pemimpin dengan nama yang berawalan atau akhiran Go sangat penting dan menentukan bagi perjalanan Bangsa Indonesia ke depan. Dia harus memiliki sikap tegas namun berwibawa sehingga mampu merangkul semua golongan. Meski tidak mengenal kompromi, namun mampu mengayomi dan memberi ketenangan pada masyarakat. (Baca juga “Inilah Calon Pemimpin Pasca Jokowi” ).
Setelah lima pemimpin dengan nama berawalan dan berakhiran yang membentuk Notonogoro mengakhiri kekuasaannya, maka lahirlah Ratu Adil sebagai penyempurna Bangsa Indonesia mencapai puncak kejayaan. Namun bisa jadi, pemimpin terakhir dalam Notonogoro tersebut yang justru berlaku sebagai Satrio Piningitsekaligus Ratu Adil.
Dalam ramalan Jayabaya, Ratu Adil disebut akan muncul dan kaki Gunung Lawu, sudah yatim piatu sejak kecil dan tidak memiliki sanak-saudara. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa Satrio Piningit atau Ratu Adil tidak memiliki hubungan dengan kekuasaan sebelumnya sehingga bisa bertindak secara bijaksana dan adil bagi semua golongan.Jika berkaca pada sejarah masa lalu dan juga kondisi saat ini, sosok Satrio Piningit atau Ratu Adil hanya mungkin muncul dari situasi dan kondisi yang tidak normal. Sebab jika tatanan negara (demokrasi), khususnya dalam hal mencari pemimpin, berlangsung normal dengan siklus Iima tahunan, sangat sulit bagi orang-orang yang tidak memiliki ikatan dengan kekuasaan sebelumnya, untuk tampil menjadi pemimpin.
Baca juga tafsir ramalan jayabaya presiden pasca kepemimpinan Jokowi
Baca juga tafsir ramalan jayabaya presiden pasca kepemimpinan Jokowi
Itulah misteri ramalan jayabaya indonesia tentang presiden ke 8dan ramalan jayabaya tentang satria piningit
Dari uraian di atas, jangka Jayabaya masih relevan sebagai pedoman untuk mencari pemimpin Indonesia yang benar-benar bisa membawa kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh Bangsa Indonesia. Dengan demikian semboyan toto tentrem kerto raharjo - baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur baldatun, bukan Iagi sebatas impian, tapi sudah menjadi kenyataan.(diolah dari berbagai sumber).