08 February 2017

Perpustakaan Cerita Legenda Rakyat Indonesia

Perpustakaan Cerita Legenda Rakyat Indonesia

www.expobia.id berbagi banyak cerita legenda rakyat setiap harinya yang selalu update,jika ingin melihat koleksi semua cerita legenda yang sudah tersedia KLIK DISINI DAFTAR KUMPULAN CERITA LEGENDA RAKYAT INDONESIA.Dari berbagai cerita rakyat yang kami posting mungkin belum pernah kalian dengar atau baca.

Cerita legenda rakyat update hari ini akan berbagi kisah cerita rakyat Sendang Klangkapan.seperti apa kisah menariknya,langsung kita simak.
 

Cerita Legenda Rakyat Sendang Klangkapan Desa Margodadi, Sayegan, Sleman
kumpulan cerita rakyat legenda indonesia dongeng

CERITA RAKYAT.Warga desa pun geger. Di bawah pohon beringin besar yang sudah lingkap atau terkelupas, tepatnya, di bekas tempat seluruh warga desa kemarin buang air kecil, tibatiba, muncul dua buah mata air yang mengalirkan air sedemikian jernih...

Warta berkisah. Pada zaman dahulu, Ki Tunggulwana, lelaki budiman dan rendah hati itu dkenaI sebagai sosok yang mula pertama membuka lahan yang dahulunya hutan menjadi daerah pemukiman dan persawahan.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, hutan yang semula angker dan menakutkan karena dihuni oleh binatang buas dan makhluk halus pemangsa manusia itu berubah menjadi ramai.
Ki Tunggulwana hanya tersenyum bahagia ketika melihat para pendatang dapat memetik hasil ladang atau panennya dengan wajah yang sumringah. Hatinya hanya dapat memanjatkan rasa syukur tak terhingga atas segala karunia yang diberikan oleh Yang Maha Tunggal hatinya pun berbisik, tempat ini akan terus subur, damai dan sejahtera, asalkan, seluruh warga masyarakatnya hidup saling tolong menolong dan selalu mensyukuri apa yang dikaruniakan oleh-NYA.

Hingga pada suatu hari, usai panen, beberapa warga masyarakat datang ke rumah Ki Tunggulwana. Salah seorang dari mereka mengusulkan; “Ki Tunggulwana,seyogyanya, kita seluruh warga mengadakan upacara bersih desa sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia-NYA.”
Ki Tunggulwana hanya tetsenyum. Keningnya berkerut seolah memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian, terdengar suaranya; “Baik ... segera persiapkan segala sesuatunya, kita akan mengadakan upacara bersih desa tepat pada Anggara Kasih (Selasa Kliwon).”

Cerita Rakyat Dongeng Nusantara Kisah Terciptanya Sendang Klangkapan


Hari yang ditunggu pun tiba. Seluruh warga masyarakat berkumpul di depan rumah Ki Tunggulwana dengan membawa pelbagai hidangan. Usai doa dipanjatkan, maka, semua yang hadir bisa langsung menyantap atau terlebih dahulu saling tukar hidangan. Dan pada saat itulah, muncul, sepasang manusia berpenyakit kulit dan mengenakan pakaian yang telah usang dan kotor.Baunya sangat menusuk hidung!

“Tuan ... berilah hamba makan,” demikian kata keduanya bersamaan sambil mengangsurkan tangannya.
“ih ... baunya,” kata beberapa orang yang langsung menjauh sambil menutup hidungnya.
Walau beberapa kali mencoba, alih-alih mendapatkan sekãdar makanan, semua yang didekati langsung pergi dengan wajah sinis.

Karena merasa terganggu dengan kedatangan keduanya, beberapa orang warga yang dikenal sok jagoan, Iangsung saja bersikap sinis. Salah saorang dari mereka yang bernama Jagal Kasusra, mencoba rnengusfr kedua tamu tak diundang itu dengan kasar.

“Pergi kalian pengemis busuk!”
Kedua orang itu seolah mengacuhklan apa yang dikatakan oleh Jagal Kasusra. Akibatnya, lelaki itupun makin naik pitam.
“Ah ... sekali ini Jagal kena batunya,” demikian sindir teman-temannya.

Merasa dipermalukan di depan orang banyak, maka, Jagal Kasusra pun langsung menghajar keduanya sampai tewas. Pada saat itulah, Ki Tunggulwana datang dan menegur Jagal Kasusra; “Kenapa Kisanak bunuh? Bukankah sejak semula aku sudah mengingatkan agar yang hidup di kampung ini harus saling tolong menolong.”

Jagal Kasusra tak menjawab. Hatinya masih marah. Namun, Ia tak berãni melawan Ki Tunggulwana, lelaki budiman yang kharismatik dan konon menguasai ilmu kanuragan yang sangat mumpuni.Ia hanya bisa tertunduk lesu....

“Sekarang, makamkanlah keduanya dengan cara yang semestinya,” lanjut Ki Tunggulwana di depan banyak orang, kemudian berjalan kembali ke rumahnya dengan perasaan masygul.
Beberapa orang pun langsung mendekat dan mengangkat jasad kedua pengemis itu. Belum lagi jasad itu terangkat dengan sempurna, kembali Jagal Kasusra bersama dengan beberapa temannya membuat ulah.
“Buang saja ke sungai. Kenapa kita yang jadi sibuk dengan kematian dua gembel ini,” gerutu Jagal Kasusra.
Mereka merampas jasad pengemis itu, kemudian menyeretnya dengan kasar dan menghanyutkannya di sungai yang mengalir di tepian desa.

Sementara itu, mereka yang mengangkat jasad pengemis itu melaporkan kejadian yang baru saja dialaminya kepada Ki Tunggulwana.Sambil menarik napas dalam-dalam untuk menahan gejolak amarahnya yang kian membuncah, lalu, Ki Tunggulwana pun berangkat ke sungai untuk mencari kedua jasad yang baru saja dihanyutkan oleh Jagal Kasusra.

Tapi apa daya, walau hampir seluruh warga desa turun ke sungai, setiap cekungan diperhatikan dengan saksama, namun, jasad itu tak jua diketemukan.
Walau telah diulang sampal tiga kali, tapi, kedua jasad itu hilang tak berbekas seolah raib ditelan bumi. Dengan perasaan menyesal yang teramat sangat, Ki Tunggulwana beserta dengan seluruh warga desa kembali ke rumahnya masing-masing.
Empat puluh hari kemudian, petaka pun datang!

Tanpa sebab yang jelas, seluruh hewan tennak mendadak Iumpuh dan terserang penyakit kulit. Melihat kejadian yang tak biasanya itu, Ki Sura, salah seorang penduduk desa datang menghadap Ki Tunggulwana untuk menceritakan apa yang terjadi.
“ini semua berkait dengan kematian dua orang tak bersalah ketika kita sedang melakukan upacara bersih desa kemarin,” demikian kata Ki Tunggulwana.

“Untuk itu, mandikanlah ternak kalian di sungai yang terkletak di pinggiran desa itu,” imbuhnya lagi.
Dengan cepat, Ki Sura memberitahukan apa yang disarankan oleh Ki Tunggulwana kepada seluruh penduduk desa. Tapi apa daya, sungai yang dituju oleh seluruh penduduk desa kering airnya. Semua yang datang ke sungai hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan mendesah; “lni semua gara-gara ulah Jagal Kasusra.”

“Benar ... ulahnya membuat kita semua sengsara,” timpal yang lain pula.
Untuk mencegah emosi warga, maka, Ki Sura kembali menghadap Ki Tunggulwana. Usai menceritakan apa yang dilihatnya, terdengar gumam lirih Ki Tunggulwana; “Hal ini pernah pula terjadi di Desa Tempel. Tenangkan seluruh warga, dan jangan ganggu aku.”

Di tengah-tengah kegalauan yang melanda desa tersebut, tanpa ada yang tahu, Ki Tunggulwana pergi ke suatu tempat untuk melakukan tapabrata. Entah berapa lama Ia menghilang.
Tapi, sekembalinya dari tapabrata, Ki Tunggulwana seluruh mengumpulkan seluruh warga desa dan berkata; “Pertama, kita harus selalu mengungkapkan rasa syukur setiap tahun dengan cara bersih desa, kedua, seluruh warga harus mampu menjaga sikap dan tidak menyakiti makhluk lain, ketiga, harus selalu taat beribadah kepada Gusti Allah.”

“Dengan begitu, maka, Ngara-ara (nama tempat tersebut waktu itu), dan Sayegan, tidak akan terkena bencana yang serupa. Dan yang terakhir, semua warga, laki-laki, perempuan, besar, kecil, tua, muda, harus buang air di bawah pohoin beringin itu,” tunjuk Ki Tunggulwana.
Semua yang hadir hanya bisa tunduk. Tak ada yang berani melihat wajah Ki Tunggulwana apalagi balik bertanya. Dan setelah itu, sebagian dari mereka ada yang kembali ke rumahnya, sementara, yang Iainnya langsung buang air kecil di bawah pohon beringin tua itu...

Cerita rakyat dongeng anak nusantara 


Esoknya, kegemparan pun terjadi di desa itu. Betapa tidak, di bawah pohon beringin tua itu, mendadak muncul dua buah sendang atau mata air. Mata air yang besar yang terletak di sebelah utara selanjutnya dikenal dengan sebutan sendanglanang (sendang laki-laki), sedang, sendang yang lebih kecil yang terletak di sebalah selatan dikenal dengan sebutan sendang wadon (perempuan).

Beberepa orang yang keheranan langsung melaporkan apa yang terjadi kepada Ki Tunggulwana. Mendengar penuturan warga, Ki Tunggulwana hanya terdiam. Hatinya berbisik, “Semua itu sudah tergambar dengan jelas dalam tapabrataku kemarin.”
itulah cerita rakyat dongeng nusantara tentang asal mula terciptanya sumber air sendang
Baca Juga kisah sejarah tembakau serintil yang terkenal mahal

Akhirnya, bersama dengan beberapa orang warga, Ia pun berangkat menuju ke sendang yang dimaksud. Setibanya di sana, Ki Naya pun berkata dengan santun; “Tolong Ki Tunggulwana memberikan nama kepada sendang-sendang ni.”
Setelah sejenak terdiam, akhirnya, Ki Tungguwana pun berkata; “Karena terletak di bawah pohon beringin besar yang sudah Iingkap atau terkelupas, maka, sendang ini dibeni nama Sendang Klangkapan.”
Semua yang hadir mengangguk tanda setuju. Sampai saat ini, Sendang Klangkapan yang terletak di Desa Margodadi, Sayegan, Sleman itu masih sering didatangi banyak orang untuk mengalap berkah. Terutama, pada malam Selasa Kliwon atau Anggara Kasih.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive