05 March 2017

Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat Nusantara Indonesia

Kumpulan Cerita Dongeng Rakyat Nusantara Indonesia

Disini tempatnya mencari kisah-kisah cerita rakyat,dongeng rakyat.Jika ingin melihat koleksi artikel tentang Cerita Rakyat Klik Disini KUMPULAN CERITA RAKYAT NUSANTARA INDONESIA

Untuk Update cerita rakyat hari ini saya akan berbagi kisah tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda,langsung kita simak.
kumpulan cerita rakyat dongeng nusantara

Cerita Rakyat Jawa Tengah Perjuangan Naya Sentika/Gimbal Meneruskan Pangeran Diponegoro

Warta berkisah, kala itu, keluarga Naya Sentika, hidup dengan tenang dan damai di suatu dukuh yang dikenal dengan sebutan Dukuh Sumber Wangi. Ia begitu bahagia.Namun, sesekali, kebahagiaan itu tersuik bila Ia teringat akan perjuangannya bersama dengan Pangeran Diponegoro mengusir Kompeni Belanda dan bumi pertiwi tercinta hingga akhirnya, pada rentang 1831, Ia beserta istrinya nan cantik, Dyah AYU Sumarti dan seluruh keluarganya terpaksa berpisah dengan junjungannya dan mengungsi ke Dukuh Sumber Wangi.

Di tempatnya yang baru, bersama dengan sang istri tercinta, Naya Sentika mendalami ilmu kerohanian di Padepokan Gua Nglengkir dan mempunyai seorang adik seperguruan yang bernama Bejo.Hati Naya Sentika semakin berbunga bunga, manakala, sang guru, Ki Samboro memberikan restu ketika ia mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan perjuangan Pangeran Dipooegoro untuk mengusir penjajah dari Tanah Jawa.

“Andika segera berangkat untuk bertapa di Gunung Genuk yang terletak didaerah Taunan. Di sana terdapat “genuk”, tempat air. Jika “genuk” tersebut rebah kearah timur, maka, Andika harus memulai pemberontakan dari arah timur. Jika ke utara, maka, pemberontakan harus dimulai dari arah utara ... begitu seterusnya,” ujar Ki Samboro, “berjuanglah dengan penuh kejujuran, Andika bakal berhasil,” imbuhnya agi.

NayaSentika mendengarkan dengan takzim. Setelah dirasa cukup, berbekal restu dari sang guru, bersama dengan pengikut setianya, Ia pun berangkat menuju ke Gunung Genuk.Sementara itu, selain diam-diam menaruh hati pada Dyah Ayu Sumarti yang cantik, Bejo, sang adik seperguruan, juga merasa iri karena tidak mendapatkanh perhatian sebagaimana Naya Sentika, rasa dendam dan iri membuatnya gelap mata. Rencana busuk pun langsung saja disusunnya...

Hingga pada suatu malam, saat Naya Sentika, sedang tenggelam dalam penyatuan cipta, rasa dan karsa, sementara para pengikut setianya terbuai dalam mimpi indahnya, dengan diam-diam, Bejo yang sengaja datang ke Gunung Genuk langsung merebahkan genuk ke arah barat.Paginya, ketika tersadar, Naya Sentika melihat genuk tersebut mengarah ke barat. Sontak, Naya Sentika langsung menghunus pusaka andalannya yang bernama Kyai Sadak dan berteriak; “Tanda sudah kudapatkan. Mari kita mulai perang suci ini.“Maju. .hancurkan Kompeni Belanda!” Demikian sahutan dan para pengikut setianya.

Teriakan penuh semangat yang bersahutsahutan di pagi hari, membuat tempat itu akhirnya dikenal dengan sebutan Gunung Surak.Sejatinya, Ki Samboro mafhum dengan apa yang terjadi. Oleh sebab itu, ketika Naya Sentika datang, Ki Samboro pun berkata; “Lebih baik penyerangan ke arah barat Andika urungkan.”
“Tidak guru. Tanda itu sudah sangat jelas,” jawab Naya Sentika singkat dan mantap.
“Pada akhirnya, Andika akan tahu,” ujar Ki Samboro dengan senyum.
“Mohon restu Guru, hamba bersama dengan seluruh pasukan akan mulai pemberontakan dari Rembang,” kata Naya Sentika dengan mantap.Ki Samboro tak berkata apa-apa, kecuali mengikuti ayunan langkah Naya Sentika.Lasem adalah kota pertama yang menjadi target penyerbuan pasukan Naya Sentika. Gudang Garam terbesar yang ada di kota itu langsung dibakar. Tak cukup sampai di situ, Wedana Lasem pun berhasil ditangkap dan dieksekusi --- tempat itu akhirnya dikenal dengan sebutan Desa Nggakyang, mengingat, sang wedana mati dalam keadaan berdiri sebagaimana tonggak pohon. Sementara, di tempat bekas ceceran darahnya dikenal dengan sebutan Desa Sada Merah, namun, setelah peristiwa G 30 S/PKI, oleh pemerintah, tempat tersebut diganti dengan nama Desa Sendhang Harjo.

Dongeng Rakyat Nusantara Perjuangan Bangsa Indonesia


Naya Sentika benar-benar membuktikan tekadnya untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi sebagaimana junjungannya, Pangeran Diponegoro. untuk itu, pada suatu hari, Ia pun bersumpah; “Aku, Naya Sentika tidak akan memotong rambut sebelum penjajah Belanda terusir dari bumi pertiwi!”

Perlahan, langit yang semula terang benderang muIai berganti hitam, angin pun menderu dan pepohonan dan bunga-bunga menunduk, sementara, burung berterbangan seolah melihat monster ganas yang akan memangsa dan binatang-binatang lain pun berlarian kian-kemari tak tentu arah. Ki Samboro mengangguk-anggukkan kepala, sedang yang lainnya, hanya tertunduk.

Mereka benar-benar tak menyangka, betapa sumpah yang diucapkan oleh Naya Sentika direstui oleh alam semesta. Dan tak ama setelah itu, Ia pun Iebih dikenal dengan sebutan Naya Gimbal....Tujuan selanjutnya adalah Dukuh Bangsni yang waktu itu dipimpin oleh Ki Gede Toinah yang sejak ama berpihak kepadanya. Di sini, mereka menyusun strategi --- selanjutnya, penyerbuan ke pelbagai desa yang berpihak kepada penjajah pun dilakukan.

Selanjutnya, bersama dengan seluruh pasukannya, Naya Sentika pun bergerak ke arah tenggara hingga tiba di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan sebutan Desa Ngiorok (ngalor-ngetan-Jw).Mengetahui ada kegiatan pemberontakan yang berpusat di Bangsri, sudah barang tentu, Adipati Blora pun cepat bertindak. Ia mengirimkan adiknya yang bernama Pangeran Sumenep untuk memadamkannya. Tapi apa daya, Pangeran Sumenep langsung jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihat kecantikan Dyah Ayu Sumarti.

“Lebih baik Adinda ikut denganku dan hidup tenang di kadipaten,” demikian bujuk Pangeran Sumenep pada suatu pertempuran.
“Tidak ... aku tidak sudi jadi budak penjajah. Lebih mulia aku hidup dengan suamiku,” jawab Dyah Ayu Sumanti, sambil menghindar.Karena Pangeran Sumenep terus merangsek, akhirnya, Dyah Ayu Sumarti pun berhasil menjauh dan menemui suaminya.

Melihat itu, Pangeran Sumenep pun Iangsung naik darah.Ia beranggapan, dengan membunuh Naya Gimbal, maka, ia bakal mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Selain memadamkan pemberontakan, ia juga bisa menyunting Dyah Ayu Sumarti yang jelita.Oleh sebab itu, tanpa segan, Ia langsung melancarkan serangan yang mematikan kepada Naya Gimbal.

Puluhan jurus-jurus mematikan dilancarkan oleh keduanya. Pada akhirnya, pertarungan ini dimenangkan oleh Naya Gimbal, serta melahirkan nama desa , di antaranya adalah Desa Turi, tempat Naya Gimbal mengobati para prajuritnya yang terluka dengan daun turi muda, kemudian Desa Semampir, tempat mata salah seorang prajurit Pangenan Sumenep tersangkut di pohon, serta Desa Tinggit, tempat prajurit Naya Gimbal bersukaria karena menang perang sambil saling mengangkat tubuh.

Ketika mendengar berita tewasnya sang adik,Adipati Blora, maka, tanpa membuang waktu, ia pun langsung berangkat ke Semarang meminta bantuan Belanda untuk menangkap sekaligus membalas dendam kepada Naya Gimbal. Pada saat yang bersamaan, Naya Gimbal dengan Dyah Ayu Sumarti, Ki Toinah, Ki Samboro dan para prajuritnya melanjutkan penjalanan ke arah timur hingga sampai di Dukuh Sambeng.

Saat beritirahat, Naya Gimbal memerintahkan beberapa prajuritnya untuk mengambil sisa senjata yang masih tersimpan di Gunung Genuk. Utusan itupun langsung berangkat.Di tengah jalan, mereka bertemu dengan penduduk Desa Taunan dan Desa Mrayu yang menyarankan agar sisa senjata itu Iebih baik disimpan di rumah Lurah Desa Mrayu. Setelah sejenak menimbang-nimbang, saran tersebut pun diterima. Bahkan sampai sekarang, sisa senjata yang berupa pedang dan bendhe (gong kecil untuk aba-aba-iw), masih tersimpan dengan baik di Desa Mrayu.

Sementara itu, prajurit Blora yang dibantu Belanda, terus melakukan pengejaran.Sayang, ada penduduk yang berkhianat dan menerangjelaskan tempat persembunyian Naya Gimbal....
Dengan didahului arak-arakan pengantin yang diiringi dengan terbang dan jedhor (rebana-jw), Kompeni Belanda dan prajunit Blora pun melancarkan serangan yang demikian sengit. Akibatnya, banyak penduduk Dukuh Sambeng yang gugur.Melihat kenyataan itu, akhirnya, Naya Gimbal pun menamakan tempat itu menjadi Dukuh Blesah, dari kata Blasah yang berarti mati bergelatakan --- serta melontarkan kutuk yang sampai sekarang tak ada seorang pun yang berani melanggarnya; “Karena berkhianat, kelak, orang Sambeng tidak boleh sekali-kali menikah dengan orang Blesah”

Kesaktian Naya Gimbal memang sulit dicari tandingannya. Walau tak sebutir peluru atau senjata tajam mampu menggores kulitnya, namun, agar korban tak berdosa tidak berjatuhan semakin banyak, maka, Ia pun menyerah. Ia dibawa ke Kadipaten Blora, selanjutnya, oleh Residen Rembang, Ia diikat, kemudian dimasukkan ke dalam tong (drum kayu-pen) kemudian dipaku dan dibuang ke tengah laut.Setelah itu, dengan sorak kemenangan, pasukan Kadipaten Blora pun kembali dan mendapat hadiah yang berlimpah dari Sunan Surakarta.Ending Yang Menyedihkan ,semoga pengorbanannya mendapat balasan surga kelak.

Baca Juga Cerita Dongeng Rakyat Legenda Gunung Halat
itulah cerita rakyat,dongeng rakyat,kumpulan cerita rakyat nusantara
Share:

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive