11 March 2020

Cerita Ojek Online Berpenumpang Hantu di Yogyakarta

Saat itu kurang lebih pukul 11 malam, saat tiga warga kampung sedang ronda. Mengelilingi kampung sambil mengambil jimpitan dari rumah ke rumah. Ketiganya tertegun mendapati mobil berhenti di depan makam.

Makam itu berada di ujung kampung. Jaraknya kurang lebih 100 meter dari rumah terdekat. Faktor yang tak biasa, menjelang tengah malam, ada mobil yang berhenti di sana. Jangankan berhenti, ruas jalan di sebelah timur kampung itu jarang dilalui, apalagi mobil. Ruas jalannya telah cor blok, tetapi berbagai tahap telah rusak.



Di lokasi tersebut, terbukti dikenal angker. Tempatnya gelap serta sepi, dekat sungai yang dipenuhi pohon bambu serta semak belukar. Orang Jawa biasa menyebutnya singup alias wingit, padanan kata tempat yang angker. Aura di lokasi itu berasa "tidak sama", semacam ada sesuatu.

Ketiga peronda itu berpikir sejenak. Lalu bersepakat memberanikan mendekati mobil warna putih yang tetap mulus. Mereka perlahan memantau kabin mobil, satu di antaranya mengetuk kaca mobil. Mereka ingin memastikan mengapa berhenti di tempat yang wingit itu.

Solichin, 45 tahun, nama si driver itu, membuka pintu mobil sambil menjawab, "Saya menantikan customer Pak. Tadi si mbaknya belum membayar ongkos. Dirinya lagi masuk rumah ambil uang," kata Solichin.

Jawaban itu membikin warga kampung bingung. Ketiganya saling memandang. Dalam benak mereka, mana mungkin ada rumah di sini. "Om mobilmu ini berhenti di depan pintu makam, bukan di depan rumah. Lihatlah sekelilingmu, tak ada rumah di sini," kata Solichin menirukan kata peronda.

Dalam sekejap, Solichin yang warga Kalasan, Sleman ini baru menyadari sekelilingnya. Menyadari bahwa mobilnya berhenti di depan pintu makam, bukan berhenti di depan rumah semacam yang dirasakan sebelumnya.

Nggak curiga sama sekali, semacam layaknya customer pada umumnya. Kami saling ngobrol.

Solichin tetap ingat di mana menjemput customer perempuan itu. Lalu mengantarnya hingga di depan pintu makam yang berlokasi di Kecamatan Banguntapan, Bantul ini.

Driver Grabcar ini bercerita, menerima orderan customer perempuan ini dari Alun-alun Kidul Yogyakarta. Awalnya sempat ragu-ragu mengantarnya. Tetapi, dari pada terkena suspend dari operator, akhirnya Solichin menerima orderan itu.

Di dalam mobil selagi perjalanan, keduanya semacam layaknya driver dengan customer. Keduanya saling ngobrol basa basi, bahkan diselingi candaan. Sempat berkenalan, walau kemudian Solichin lupa dengan nama perempuan yang menurutnya berumur paruh baya.

"Nggak curiga sama sekali, semacam layaknya customer pada umumnya. Kami saling ngobrol," kata Solichin.

Sampai di depan pintu kuburan pun, Solichin juga tak merasakan faktor yang aneh. Tarif dari Alun-alun Kidul hingga titik tujuan Rp 52.000. Hingga di tujuan, customer itu mengambil dompet yang ada di tas. Lalu membuka dompet serta nyatanya tak ada uang di dalamnya.

"Mas tunggu dulu ya. Saya masuk rumah dulu, ambil uang," kata Solichin menirukan perempuan itu.

Solichin menantikan di dalam mobil. Kurang lebih lima menit, para peronda datang menghampirinya. Beruntung mobilnya hanya berhenti di depan makam, tak hingga masuk ke dalam makam yang penuh batu nisan.

Di tempat itu, Solichin bukan orang pertama yang diganggu lelembut. Dari cerita warga setempat, ada seorang tukang mie ayam keliling yang dikerjai dedemit. Sama semacam yang dialami Solichin, penampakan lelembut itu perempuan.

Mas tunggu dulu ya. Saya masuk rumah dulu, ambil uang.

Konon, malam itu penjual mie ayam keliling bahkan hingga masuk makam. Dalam benak si penjual mie ayam itu, dirinya dipersilakan masuk rumah. Dipersilakan duduk oleh "tuan rumah".

Sempat ngobrol lama di sana, sambil menemani si perempuan itu makan mie ayam yang dijajakan. Rupanya tak ada rasa kenyang, perempuan itu terus nambah hingga bermangkok-mangkok.

Tukang mie ayam itu hingga lupa telah berapa mangkok yang dibuatnya untuk perempuan itu. Dirinya mulai curiga. Dirinya lalu menyadari tak duduk kursi, tetapi di atas batu nisan.

Si penjual mie ayam itu spontan tunggang langgang, sambil berteriak menuju kampung terdekat. Sejumlah warga keluar rumah, juga ikut menolong mengeluarkan gebrobak mie dari dalam makam.

Lain lagi tukang ojek online yang kena "apes". Dirinya tak menyadari, juga tak mengenal motor yang dikendarai diboncengi dedemit. Tapi orang lain yang menontonnya.

Saat itu, Andri, 30 tahun, sedang melintas pelan melalui ruas jalan Lempuyangan. Waktu itu belum malam, baru sekira pukul 21.00. Dirinya shock saat disalip pengemudi ojek online yang diboncengi lelembut.

Saat laju motornya didahului, dedemit itu menoleh ke arahnya, mukanya pucat serta tatapannya kosong, tetapi sempat mengayunkan tangan kepadanya. "Astagfirullahaladzim," kata Andri.

Andri menghentikan laju motornya, dekat Pasar Lempunyangan. Seakan tak percaya apa yang baru saja dilihatnya dengan mata kepala sendiri.

Dia menyakini, pengemudi ojek berbasis software itu tak mengenal kalau ada hantu sejenis kuntilanak membonceng motornya. Helm bertulis "Gojek" tetap tercantel di segi kanan motornya. Biasanya kalau mengangkat penumpang, helm digunakan si pembonceng.

"Itu, si demit itu mau ke mana, bonceng dari mana serta mau ke mana saya nggak tahu. Saya yakin, mas ojek online juga tak tahu diboncengi sesuatu," ucap Andri.

Andri berpikir, malam itu siapa yang apes. "Siapa yang sial ini, saya yang menontonnya, alias masnya (pengemudia ojek online) yang tak menyadari diboncengi demit," ungkapnya.

Itu, si demit itu mau ke mana, bonceng dari mana serta mau ke mana saya nggak tahu.

Dan bagi mereka di Yogyakarta, ada satu "customer"yang terkenal, namanya Aisyah. Tak sedikit driver yang telah "dikerjai" oleh Asiyah ini.

Yoga, 40 tahun, salah satunya. Dirinya bisa customer bernama Aisyah, naik dari suatu  mall di Malioboro dengan titik tujuan di daerah Meijing Lor di Kecamatan Godean, Sleman.

Dia mulai memboncengkan Aisyah sekira pukul sembilan malam, sebelum mall tutup. Jarak Malioboro ke Meijing Lor cukup jauh. Sepanjang perjalanan sepetti biasa, bercakap sebutuhnya.

Sampai di titik tujuan, Aisyah turun lalu membayarnya dengan selembar uang warna biru. Dirinya tak minta uang kembalian sisa ongkosnya.

Yoga menerima uangnya serta langsung pamit, berangkat meninggalkan tempat itu. Dirinya merasa telah berangkat jauh dari titik tujuan, tapi kembali ke tempat itu, tempat di mana Aisyah turun. Begitu terus, lagi serta lagi.

"Saya merasa telah berangkat jauh, tapi hanya muter-muter di kurang lebih situ. Tadi telah lewat sini, kok ke sini lagi," kata Yoga.

Dia lelah serta hampir putus asa. Terlebih saat dirinya menyadari titik tujuan tempat Aisyah turun. Dirinya tetap ingat, saat itu Aisyah turun lalu masuk suatu  rumah. Nyatanya rumah itu tak ada.

"Nggak ada rumah di situ, yang ada hanya gorong-gorong, sampingnya ada pohon," katanya.

Yoga merinding serta berdoa sebisanya. Sambil menghubungi kawan sesama ojek online minta bantuan, setidaknya untuk memandunya supaya bisa keluar dari daerah itu.

Yoga bisa keluar dari daerah Aisyah. Sesampai di perempatan Ring Roda, Yoga penasaran dengan uang yang diberbagi Aisyah. Uang itu dirogohnya dari saku celana jeans sebelah kanan.

Nyatanya tak ada uang kertas Rp 50.000 di sakunya. "Kayaknya dirinya memberiku Rp 50.000 serta tak minta kembalian. Nyatanya tak ada disaku, yang ada hanya selembar kain seukuran uang," kata Yoga.

Saya merasa telah berangkat jauh, tapi hanya muter-muter di kurang lebih situ. Tadi telah lewat sini, kok ke sini lagi.

Yoga bukan satu-satunya ojek online yang dikerjai Aisyah. Driver lain juga sempat mengalaminya. Aisyah tak hanya di Mejing Lor, tetapi juga di kurang lebih pemakaman umum Kuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta.

Rudi Antono, 45 tahun, sempat mendapat orderan dari Aisyah ini. Kurang lebih pukul 23.15 Aisyah memesan makanan alias GoFood. Steak daging panggang yang dipesannya.

Singkatnya, Rudi telah membelikan pesanan serta mendampingi ke rumah Aisyah. Titik tujuan berada di depan pasar Kuncen. "Tapi titiknya meleset jauh banget. Terus dekat, titik lokasi antar cocok dalam makam Kuncen," kata dia.

Dia ragu mendampingi pesanan itu. Dilema baginya. Kalau tak diantar, kawatir bisa kualitas jelek dari operator. Uang juga tak kembali sebab telah membelikan pesanan pakai uang pribadi.

Kedua tetap berkomunikasi, lewat fasilitas chating. Dalam chat-nya, Aisyah merayu, meminta pesanannya diantar hingga rumah. Si driver meminta Aisyah yang keluar serta menemuinya di pinggir jalan.

Keraguan Rudi nyatanya benar. Saat Rudi meminta berbagi lok di mana Aisyah saat itu berada. "Makam Kuncen Blok III yang nisannya rusak, itu lokasinya berada," kata Rudi.

Rudi spontan balik kanan serta memacu kendaraannya secepat kilat. Tunggang langgang meninggalkan tempat itu. "Gass poll nyipat kuping (tidak menghiraukan sekelilingnya lagi)," kata dia.

Aisyah yang menjengkelkan itu, sempat diburu para driver ojek online. Mereka berkelompok memburunya di sejumlah tempat di mana Aisyah berada. Semacam di Mejing Lor, pemakaman Kuncen serta tempat lain.

Para ojek online itu semacam memburu hantu. Tetapi hingga sekarang belum sempat ketemu. Hingga sekarang tetap misteri, Aisyah itu sangatlah hantu alias hanya orang iseng dengan order fiktifnya.

Tapi tak sedikit orang bilang, memburu hantu itu susah menemuinya, di lokasi yang berhantu sekali pun. Tapi kalau tak sengaja, justru dengan mudah bisa menemuinya. Bisa tiba-tiba muncul; di depan, di belakang alias di mana saja dirinya menampakkan dirinya. Itulah dunia lain.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive