15 March 2020

Review Fujifilm X-Pro3, Tampilan Oke Hasil Prima

Sejak kemunculannya pertama kali di tahun 2012, Fujifilm X-Pro berhasil tampil unik dan menggugah hati. Konsep kamera bertampilan rangefinder dengan teknologi viewfinder hybrid membikinnya tampil unik. 7 tahun berselang dan nyatanya Fujifilm tetap bisa menyaapabilan kamera digital yang menggugah hati saat memakainya.

Menyaapabilan berbagai tambahan fitur, Fujifilm X-Pro3 nyatanya tampil mengejutkan. Dari segi tampilan, Fujifilm X-Pro3 tetap mempertahankan konsep tampilan rangefinder dengan viewfinder hybrid. Tapi ada perubahan besar yang diimplementasikan Fujifilm untuk X-Pro3.



Tampilan baru
Perubahan besar X-Pro3 langsung terkesan di bagian belakang. Kamu tak bakal menonton layar LCD semacam biasa. Sebagai gantinya, ada layar kecil yang disebut Sub-Monitor. Layar mungil ini bisa disetel untuk menampilkan setting kamera alias setting Film Simulation. Gambar representasi Film Simulation di Sub-Monitor ini juga dibangun khusus menyerupai potongan film analog berbentuk kotak. Sayangnya LCD kecil ini agak redup jadi tak lebih jelas dalam kondisi cahaya terang.

Dengan bagian belakang yang serasa tanpa layar semacam kamera mirrorless pada umumnya, pengalaman memotret memakai X-Pro3 juga tak sama. Dengan cara insting, pemakai bakal langsung memakai viewfinder saat memotret.

Layar lipat yang tak terkesan juga bisa mengurangi kecenderungan gambargrafer yang terbiasa memeriksa hasil gambar seusai menjepret (biasa disebut chimping). Jadi rasanya semacam memotret dengan kamera analog.

Nostalgia euforia memotret dengan kamera rangefinder ini amat selaras dengan tampilan X-Pro3 yang klasik. Tidak hanya warna hitam, Fujifilm meningkatkankan dua varian dengan finishing warna baru yakni Dura Black dan Dura Silver. Ini adalah finishing matte alias non kilap dengan warna yang mempunyai aksen gradasi. Hasilnya, X-Pro3 terkesan lebih klasik dan eksklusif dalam balutan warna ini. Sayangnya, harga X-Pro3 dalam dua warna Dura ini lebih mahal kurang lebih 3 juta rupiah.

Film Simulation baru
Review Fujifilm X-Pro3 16 fujifilm, Fujifilm X-Pro3, review fujifilm, xpro3

Satu lagi faktor baru yang unik di X-Pro3 adalah adanya film simulation baru yakni Classic Negative. Simulasi film ini memberbagi warna hitam yang lebih pekat dengan kontras tinggi. Berikut contoh berbagai hasil gambar dengan Film Simulation Classic Negative, langsung dari kamera.



Semacam Film Simulation lain, Classic Negative tak bakal tepat untuk semua subyek dan obyek. Semua dikembalikan ke selera pemakai. Sebagai contoh, berikut perbandingan Classic Negative & Velvia pada obyek yang sama.

Classic Negative

Velvia

Kinerja dan Hasil gambar
Memakai sensor yang sama semacam X-T3, tak mengherankan apabila hasil gambar X-Pro3 mirip dengan hasil gambar X-T3. Semacam kamera Fujifilm X-Series di kelasnya, skin-tone bisa ditangkap dengan baik oleh X-Pro3. Reproduksi warna kulit terkesan lebih cerah dan halus, khususnya apabila memakai Film Simulation PRO Neg. Hi dan PRO Neg. Std, semacam contoh gambar berikut.



Noise yang relatif rendah pada setting ISO tinggi (hingga 3400) membikin X-Pro3 tetap bisa diandalkan saat kondisi minim cahaya. Dari pengujian, hasil gambar X-Pro3 relatif aman sampai ISO 6400 dengan noise yang lumayan terkendali dan detil yang tetap oke.

Berikut berbagai hasil gambar dari X-Pro3 tanpa penyuntingan sama sekali.




Ada berbagai permasalahan saat fokus yang terkunci nyatanya tak sesuai dengan hasilnya. Tapi butuh diingat, firmware saat kita mencoba tetap bagian awal jadi ada kemungkinan Fujifilm telah membenahi faktor tersebut. Tetapi dari pengujian, kinerja fokus X-Pro3 tetap di bawah X-T3 dalam faktor akurasi dan kecepatan.



Performa merekam video juga terbatas, dengan dukungan 4K sampai 30fps dan video Full HD pada 120fps. TIdak ada dukungan perekaman HLG alias performa output video dengan sinyal 10-bit 4:2:2 ke output HDMI. Wajar mengingat X-Pro3 tak dibekali port HDMI.

Jadi boleh dibilang, X-Pro3 lebih ditujukan bagi pemakai yang gemar memotret dan sesekali merekam video.

Pengalaman tak sama saat memotret
Menjelaskan Fujifilm X-Pro3 tak lumayan hanya bicara soal spesifikasi teknis, tapi juga dari segi emosi yang pastinya dikembalikan ke masing-masing pemakai. Bagi pemakai yang telah lumayan lama berkecimpung di dunia gambargrafi, bahkan mungkin telah bersahabat dengan kamera analog berbasis film seluloid, Fujifilm X-Pro3 mengembalikan sensasi serunya memakai kamera analog yang tak mempunyai layar tapi dengan sederetan fitur digital canggih terakhir di baliknya.

Review Fujifilm X-Pro3 17 fujifilm, Fujifilm X-Pro3, review fujifilm, xpro3

Yang telah bersahabat memotret dengan X-Pro2, kesan retro tersebut bakal terus terasa di X-Pro3. Ada emosi positif yang terbangkitkan saat memilih tipe Film Simulation di sub-monitor yang kecil, sambil mengintip di viewfinder hybrid X-Pro3.

Dengan segala kelebihannya, Fujifilm X-Pro3 amat tepat bagi gambargrafer yang mengharapkan suatu  kamera mirrorless bertampilan unik dengan hasil gambar oke dan viewfinder hybrid yang enjoy dipakai.

Yang Bagus:
+ Tampilan ala rangefinder yang elegan dan tak menyolok
+ Sub monitor unik untuk info Film Simulation & setting
+ Layar tajam dan responsif
+ Viewfinder hybrid yang terang, tajam dan responsif
+ Hasil gambar baik, tergolong di kondisi minim cahaya
+ Tombol dan kenop mempermudah pengaturan setting
+ Dua slot SD card untuk menunjang gambargrafer profesional

Yang Tak lebih:
– Autofocus kadang meleset
– Grip tak lebih dalam bagi pemakai dengan telapak tangan besar
– Fitur video agak tanggung
– Jack mikrofon 2,5mm, butuh adapter untuk banyak mikrofon eksternal
– Harga premium, khususnya untuk finishing Dura yang hanya tak sama dari segi warna

Ideal untuk:
Gambargrafer yang ingin lebih fokus memotret. Gambargrafer yang ingin merasakan sensasi memotret dengan kamera analog. Gambargrafer yang lebih tak jarang memotret dibanding merekam video, dan mengharapkan hasil gambar baik. Street Photographer.

Tidak lebih ideal untuk:
Gambargrafer yang lebih suka memotret dengan layar belakang, gambargrafer yang tak jarang merekam video, gambargrafer yang tak lebih menyukai tampilan grip X-Pro3 yang relatif kecil.

Menjelaskan Fujifilm X-Pro3 tak lumayan hanya bicara soal spesifikasi teknis, tapi juga dari segi emosi yang pastinya dikembalikan ke masing-masing pemakai. Bagi pemakai yang telah lumayan lama berkecimpung di dunia gambargrafi, bahkan mungkin telah bersahabat dengan kamera analog berbasis film seluloid, Fujifilm X-Pro3 mengembalikan sensasi serunya memakai kamera analog yang tak mempunyai layar tapi dengan sederetan fitur digital canggih terakhir di baliknya.Yang telah bersahabat memotret dengan X-Pro2, kesan retro tersebut bakal terus terasa di X-Pro3. Ada emosi positif yang terbangkitkan saat memilih tipe Film Simulation di sub-monitor yang kecil, sambil mengintip di viewfinder hybrid X-Pro3.Dengan segala kelebihannya, Fujifilm X-Pro3 amat tepat bagi gambargrafer yang mengharapkan suatu  kamera mirrorless bertampilan unik dengan hasil gambar oke dan viewfinder hybrid yang enjoy dipakai.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive